Prof M Nuh : Sekolah Rakyat Langkah Preventif Cegah Kemiskinan, Bukan Reaktif

23-05-2025
 
Penulis
Annisa
Jakarta (22 Mei 2025) – Sekolah Rakyat yang menjadi program prioritas Presiden Prabowo hadir sebagai upaya terobosan memutus mata rantai kemiskinan antargenerasi.

Ketua Tim Formatur Sekolah Rakyat Prof. M. Nuh, menjelaskan bahwa program ini merupakan langkah preventif, bukan reaktif. “Biasanya kita bantu setelah miskin. Sekarang kita cegah agar anak-anak keluarga miskin tidak ikut jatuh miskin,” tuturnya dalam wawancara eksklusif bersama CNN Indonesia Newsroom, beberapa waktu lalu.

Dia menjelaskan, sekolah gratis ini akan menerapkan kurikulum nasional namun diperkaya dengan karakter, keagamaan, keterampilan hidup (life skills), dan fasilitas berbasis digital. Model boarding school atau asrama juga akan diterapkan untuk mengurangi beban biaya personal peserta didik.

Tak kalah penting, kesiapan infrastruktur dan sumber daya manusia, juga tengah dipacu untuk mengejar target operasional pada tahun ajaran baru mendatang. Kepala sekolah dan para guru sedang diseleksi dan para calon murid disiapkan secara mental dan akademik. “Insya Allah pertengahan Juli kita mulai,” kata M Nuh.

Wakil Menteri Sosial Agus Jabo Priyono dan pengamat pendidikan Darmaningtyas juga turut angkat suara mengupas program sekolah rakyat dari hulu ke hilir visi, tantangan, hingga potensi dampaknya.

Dalam kesempatan ini Agus Jabo menegaskan bahwa sekolah rakyat merupakan amanat langsung dari Presiden Prabowo Subianto. “Presiden memberi amanat jelas: putus transmisi kemiskinan dan muliakan saudara-saudara kita yang tidak mampu,” ujarnya, penuh penekanan.

Dengan anggaran sebesar Rp2,3 triliun, sebanyak 100 Sekolah Rakyat ditargetkan akan beroperasi mulai Juli mendatang, menyasar anak-anak dari keluarga miskin yang selama ini terpinggirkan dari sistem pendidikan formal.

Berbeda dari revitalisasi sekolah umum, sekolah rakyat dirancang sebagai respons spesifik terhadap persoalan akses yang kerap tak tersentuh biaya personal yang masih membebani meski biaya operasional digratiskan, serta ketimpangan fisik dan geografis. “Bukan hanya soal membangun gedung, ini tentang memulihkan martabat,” tegas Agus Jabo.

Sementara itu, pengamat pendidikan Darmaningtyas, memberi dua catatan penting. Pertama, soal tata kelola sekolah rakyat. Ia menyoroti peran Kementerian Sosial dalam bidang pendidikan yang menurutnya rawan tumpang tindih kewenangan. “Kemensos seharusnya memperkuat sisi sosial. Pendidikan sebaiknya tetap menjadi domain Kemendikbud dan Kemenag,” ujarnya.

Kedua, ia mengkhawatirkan efek segregasi sosial. “Kalau orang miskin dikumpulkan jadi satu tanpa jembatan relasi sosial dengan kalangan lain, mereka bisa terperangkap dalam lingkaran kemiskinan.”

Namun kekhawatiran itu dijawab lugas oleh Prof. Nuh. Ia mencontohkan SMA Unggulan CT Arsa Foundation yang khusus untuk siswa miskin namun melahirkan lulusan unggul. “Tidak soal siapa kita kumpulkan, tapi bagaimana kita membangkitkan semangat mereka untuk mendobrak batas,” tegasnya. Interaksi lintas sekolah dan dunia luar juga akan diperkuat agar tidak terjebak dalam eksklusivitas sosial.

Agus Jabo menyadari betul bahwa keberhasilan Sekolah Rakyat akan sangat ditentukan oleh tata kelola dan pengawasan. Ia menekankan bahwa satuan tugas (Satgas) telah dibentuk lintas kementerian, dengan sistem audit internal dan eksternal yang melibatkan BPKP hingga DPR. “Kami ingin memastikan setiap rupiah dari Rp2,3 triliun itu betul-betul menyentuh mereka yang berhak,” ucapnya.

Meski menyimpan asa besar, Sekolah Rakyat tak luput dari ujian: dari eksekusi teknis hingga legitimasi kelembagaan. Namun di negeri di mana jurang pendidikan masih menjadi warisan abadi, program ini mungkin menjadi salah satu pintu keluar paling ambisius dalam sejarah modern pendidikan sosial Indonesia.

Kini, tugas pemerintah bukan hanya membangun sekolah tetapi juga merawat kepercayaan publik bahwa sekolah rakyat bukan proyek seremonial, melainkan jembatan menuju keadilan sosial.

Untuk tahap awal pemerintah akan membuka 63 sekolah rakyat pada tahun ajaran baru Juli mendatang. Lokasi sekolah rakyat yang siap beroperasi itu tersebar di Pulau Jawa sebanyak 34 titik, Sumatera sebanyak 13 titik, Sulawesi sebanyak 8 titik, Bali dan Nusa Tenggara sebanyak 3 titik, Kalimantan 2 titik, Maluku 2 titik, dan Papua 1 titik.

Setelah 63 sekolah ini beroperasi, pemerintah menargetkan pembangunan Sekolah Rakyat di titik lainnya secara bertahap hingga 100 titik. Ke depan ditargetkan Sekolah Rakyat ada di setiap kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Bagikan